Sabtu, 07 Maret 2020

MAKALAH TAHAPAN PENGALENGAN IKAN TUNA



MAKALAH
TAHAPAN PENGALENGAN IKAN TUNA
MATA KULIAH       : AGROINDUSTRI PERIKANAN
MODUL                     : MANAJEMEN USAHA PENGALENGAN
DOSEN                      : Dr. ARHAM RUSLI

                        




HASNI
1422060353
AGROINDUSTRI XXVII

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2016


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena atas berkat Rahmat dan hidayah Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu tugas mata  kuliah  ”AGROINDUSTRI PERIKANAN” .Di dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan, untuk itukami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran akan kami terima sebagai suatu masukan yang baik untuk penulis kedepannya.
 Tidak lupa kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini. Mudah-mudahan semua bantuan yang diberikan balasan yang terbaik oleh Allah SWT. Untuk itu, sekali lagi penulis ucapkan maaf yang sebesar-besarnya,mudah-mudahan tugas ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin Terimakasih


   Mandalle, 10 Oktober 2016
           
Penyusun








DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
Bab 1 Pendahuluan........................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................. 2
Bab II  Tinjauan Pustaka ................................................................................. 3
2.1 Deskripsi Ikan Tuna ....................................................................... 3
2.2 Komposisi Kimia Ikan Tuna........................................................... 4
2.3  Kandungan Gizi Ikan Tuna............................................................ 5
2.4  Prinsip Dan Pengertian Pengalengan............................................. 5
Bab III Pembahasan......................................................................................... 7
3.1 Persyaratan Bahan Baku................................................................. 7
3.2 Tahapan Proses Pengalengan Ikan Tuna......................................... 7
3.3 Jenis Produk Tuna Kaleng.............................................................. 13
Bab IV Penutup................................................................................................ 15
4.1 Kesimpulan .................................................................................... 15
Daftar Pustaka.................................................................................................. 16


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar yang terdiri atas perikanan tangkap, perikanan budidaya pada perairan tawar atau air payau. Permintaan terhadap hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun bentuk olahan makin diminati pasar dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan ini memang sangat diharapkan mengingat tingginya potensi perikanan di Indonesia (Moeljanto, 1992).
menambahkan untuk mempertahankan ikan selama dan sebaik mungkin, maka dilakukanlah pengolahan dan pengawetan ikan. Pengolahan dan pengawetan ikan juga bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan dan kerusakan (Moeljanto, 1992).
Pengalengan  makanan  merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan tersebut ditemukan Nicholas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Di dalam pengale­ngan makanan, bahan pangan  dikemas  secara hermetis (hermetic). Dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupnya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi ataupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2006).
Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanannya, tetapi  jika proses pengolahannya sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan, daya awetnya lama. Kerusakan  makanan kaleng pada umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa dibandingkan  karena mikroorganisme (Adawyah, 2006).
Pengawetan  makanan dalam kaleng diartikan sebagai suatu cara pengolahan untuk menyelamatkan bahan makanan dari proses pembusukan. Dalam proses pengalengan, ikan dimasukkan ke dalam suatu wadah (container) yang ditutup rapat supaya udara dan zat-zat atau organisme perusak/pembusuk tidak dapat masuk. Kemudian wadah dipanasi sampai suhu tertentu dalam  jangka waktu tertentu pula guna mematikan mikroorganisme seperti jamur, ragi, bakteri, enzim termasuk spora yang terbentuk. Setidak-tidaknya mikroorganisme ini dihambat perkembangannya (Moeljanto, 1992).
1.2   Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu Untuk mengetahui tahapan proses pengalengan Ikan Tuna (Thunnus sp) dari penerimaan bahan baku  sampai penyimpanan produk Ikan Tuna kaleng.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Deskripsi Ikan Tuna
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae yang tergolong ikan perenang cepat, bertubuh seperti cerutu memiliki dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Ikan ini juga termasuk ke dalam kelompok ikan pelagis cepat besar dan sebagin besar memiliki jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang punggung dan dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong  menutup seluruh hipural. Sirip-sirip punggung dubur, perut dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh (Saanin, 1986).
Menurut Ahira (2010), Ikan Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari family Scombridae, terutama genus thunnus. Ikan  ini adalah perenang  handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam), tubuhnya seperti cerutu mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang.
Tubuh  ikan  tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan  pinggir berwarna gelap.
Klasifikasi ikan Tuna sebagai berikut :
Phylum         : Chordata
Sub phylum  : Vertebrata Thunnus
Class             : Teleostei
Sub Class     : Actinopterygii
Ordo              : Perciformes
Sub ordo       : Scombroidae
Genus           : Thunnus
Species : 
Thunnus alalunga (Albacore)
Thunnus albacores (Yellowfin Tuna)
Thunnus macoyii (Southtern Bluefin Tuna)
Thunnus obesus (Big eye Tuna)
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), tuna mengalami pembusukan yang cepat setelah tertangkap kecuali setelah ditangani dengan baik. Suhu yang tinggi mempercepat dan memperpendek rigormortis dan  mengantarkannya ke proses autolysis  dan pembusukan oleh bakteri yang berjalan sangat cepat, karena tuna ditangkap dari populasi liar, nelayan tidak dapat leluasa memilih ikan dengan kondisi biologis tertentu misalnya yang berkadar lemak tinggi.
2.2  Komposisi Kimia Ikan Tuna
            Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komposisi daging tuna bervariasi menurut jenis, umur, kelamin dan musim. Perubahan yang nyata pada bagian tubuh yang satu dengan yang lain. Ketebalan lapisan lemak di bawah kulit berubah menurut musim dan umur. Lemak yang paling banyak terdapat pada dinding perut berfungsi sebagai gudang lemak. Komposisi kimia daging  ikan tuna dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Spesies
Air
Lemak
Protein
Karbohidrat
Abu
Bluefin
-daging merah
-daging berlemak

68,76
52,60

28,30
21,40

1,40
24,60

0,10
0,10

1,50
1,30
Southern bluefin
- Daging merah
-Daging berlemak

65,60
63,90

23,60
23,10

9,30
11,60

0,10
0,10

1,40
1,30
Yellowfin
- Daging Merah    

74,20

22,20

2,10

0,10

1,40
Marlin
72,40
25,40
3,00
0,10
1,40
Skipjack
72,10
25,80
2,00
0,40
1,40
Mackerel
62,50
19,80
16,50
0,10
1,10
(Sumber : Murniyati dan Sunarman, 2000).
2.3  Kandungan Gizi Ikan Tuna
Tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi yang banyak diminati, baik di pasar lokal  maupun  internasional. Ini dikarenakan selain rasanya yang lezat juga kandungan zat gizinya yang  mampu  menyehatkan orang dewasa dan mencerdaskan anak-anak. Dilihat dari komposisi gizinya, tuna mempunyai nilai gizi yang  sangat luar biasa. Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali kadar  protein pada telur yang selama ini dikenal sebagai sumber protein utama. Kadar protein per 100 gram ikan tuna dan telur masing-masing 22 g dan 13 g, (Efendi, 2008).
Sebagai  salah  satu  komoditas laut, Ikan Tuna juga kaya akan asam lemak omega-3. Kandungan  omega-3 pada  ikan air laut, seperti Ikan Tuna, adalah 28 kali lebih banyak daripada ikan air tawar. Asam lemak omega-3 mempunyai  peran  penting untuk proses tumbuh  kembang sel-sel saraf, termasuk sel otak, sehingga dapat meningkatkan  kecerdasan  terutama pada anak-anak. Ikan tuna juga kaya berbagai mineral penting yang esensial bagi tubuh. Kandungan  iodium pada  ikan  tuna   mencapai 28 kali kandungan iodium pada ikan air tawar. Kandungan  vitamin pada ikan tuna, terutama jenis sirip biru sangat tinggi, yaitu  mencapai 2,183 IU. Konsumsi 100 gram ikan tuna sirip biru cukup untuk  memenuhi 43,6 persen  kebutuhan  tubuh akan  vitamin A setiap hari. Ikan tuna  juga  merupakan  sumber yang baik untuk vitamin B6 dan asam folat (Efendi, 2008).
2.4.  Prinsip dan Pengertian Pengalengan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), pengalengan adalah  cara pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam kaleng. Ikan dimasukkan dalam kaleng, kemudian disterilkan dengan panas.

Faktor-faktor utama yang menentukan daya awet ikan kalengan adalah :
1.    Sterilisasi yang mematikan seluruh bakteri dalam isian kaleng
2.    Kaleng yang menahan pengotoran atau penyebab pembusukan di luar
Murniyati dan Sunarman (2000), menambahkan bahan mentah yang dipakai terutama adalah  ikan  segara atau  ikan basah. Selain itu, pengalengan juga dapat dilakukan pada ikan beku dan ikan asap. Bahan mentah untuk pengalengan harus dipilih yang betul-betul baik. Ikan yang kurang segar akan menimbulkan  banyak  kesulitan   dalam  bahan  pengolahan dan  mengurangi daya awetnya.
Menurut (Adawyah 2008) Pengalengan  makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan tersebut ditemukan  oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Di dalam pengalengan  makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic)  dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau alumunium.
Tiga jenis bahan yang dipakai dalam proses pembuatan kaleng, yaitu Electrolyte Tin Plate (ETP), Tin Free Steel (TFS), dan alumunium (alum). Kebanyakan  pengalengan  menggunakan TFS-CT  merupakan  lapisan  baja  yang dilapisi kromium secara elektris. Segera setelah dilapisi kromium, terbentuklah  beberapa keunggulan di antaranya lebih murah harganya kerena tidak  menggunakan  timah putih  dan  lebih  baik daya adhesinya  terhadap bahan organik. Sedangkan  kelemahannya adalah lebih tinggi peluangnya untuk berkarat.




BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Persyaratan Bahan Baku
Ikan tuna yang digunkan sebagai bahan baku pada pengolahan tuna kalengharus memenuhi persyaratan seperti yang diuraikan dalam SNI 01-2710-1992,  yaitu:
1.      Bentuk bahan baku yang digunakan sebagai bahan baku pengalengan ikan tuna berupa tuna segar  atau  beku, utuh atau  tanpa isi perut.
2.      Bahan baku harus berasal dari perairan yang tidak tercemar.
3.      Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat alami  lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.

3.2    Tahapan Proses Pengalengan Ikan Tuna
3.2.1 Penerimaan bahan baku
Pada umumnya bahan baku ikan tuna diterima oleh industri pengalengan  dalam keadaan beku.Pemeriksaan mutu terhadap bahan baku yang diterima harus dilakukan (Suwanrangsi et al.1995), minimal dngan pengujian organoleptik.Setiapbahan baku yang tidak memenuhi persyaratan harus ditolak atau digunakan untuk jenis pengolahan lain yang sesuai. Pembongkaran bahan baku dilakukan setelah pengujian terhadap suhu, kadar histamin, kadar garam dan organoleptik. Sampel  diambil sebanyak 5% dari total bahan baku. Selain itu dilakukan pengujian terhadap honeycomb, brosis dan parasit dengan menggunakan test pack.Pengujian dilakukan dengan cara mengambil 2 ekor sampel ikan tuna dan dikukus selama1‑2,5 jamtergantng ukuran ikan.Standar penerimaan bahan baku yang diterapkan oleh salah satu industri pengalengan di Indonesia adalah suhu < 0C,histamin < 2,5 mg %,  kadar garam < 1,5 mg %, dan organoleptik  >7 (dari skala 1‑9)  Sedangkan untuk honeycomb,brosis dan parasit tidak boleh lebih dari 2,5% dari daging yangdikukusDisamping itu kandungan histamin pada ikan tuna beku dipersyaratkan maksimal 20 mg% (SNI 01-2710-1992).
Bahan baku yang memenuhi standar dibongkar dari mobil pengangkut dengan waktu tidak boleh lebih dari 3 jam dan langsung dibawa ke cold storage. Didalam  cold storage ikan tuna disusun dengan batas batas antar bahan  baku berupa  palet‑palet dari supplier  yang berbeda dan bahan baku ini diberi  tanda dengan lot yaitu identitas bahan baku berdasarkan jumlah kedatangan. Suhu cold storage adalah ‑18 0C. Untuk memudahkan pengeluaran, penyimpanan dibedakansesuai jenis ikan dan penyimpanan dilakukan maksimal 23 bulan, tergantung dari order yang ada.
Sebelum diolah, ikan tuna harus dilelehkan terlebih dahulu. Pelelehan ikantuna beku diawali dengan mengisi bak pelelehan dengan air sebanyak Seperempatdari  kebutuhan untuk  mencegah kerusakan fisik pada ikan saat dijatuhkan dalambak. Selama proses pelelehan berlangsung, air dialirkan secara terus menerus yangmenyebar melalui pipa‑pipa yang terdapat di atas bak pelelehan. Waktu pelelehan sangat tergantung dari ukuran dan volume ikan  dalm satu bak.

3.2.2  Penyiangan (Butchering)
Proses penyiangan diawali dengan pemotongan ikan tuna menggunakan  gergaji.Tuna albakora dipotong menjadi 78 bagian dengan panjang 11 cm, dan          biasanya ukuran panjang potongan ikan disesuaikan dengan tinggi kaleng. Bagian potongan ikan terdiri dari 4 atau 5 bagian badan tengah, 1 bagian leher, 1 bagian  kepala, dan 1 bagian ekor. Tuna albakora  yang telah dipotong, kemudian diambil bagian isi perut dan insang dengan menggunakan pisau. Limbah dari penyiangan dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi tepung ikan. Selama proses penyiangan ikan disiram terus menerus melalui pipa‑pipa air yang terdapat di atas conveyor

3.2.3   Penyusunan dalam rak
Penyusunan ikan dalam rak dilakukan berdasarkan potongan bagian anggota tubuh ikan. Bagian badan ikan disusun terpisah dalam rak yang berbeda dari ba-gian ekor, kepala, dan leher. Bagian badan ikan disusun teratur secara vertikal, sedangkan bagian ekor, kepala dan leher disusun dalam keadaan terlentang dan diselang‑seling. Pemisahan susunan dalam rak ini diperlukan karena masing‑masing  bagian  tersebut memerlukan waktu pemasakan pendahuluan (precooking) yang  berbeda.Susunan ikan dalam rak diatur jaraknya agar tidak terlalu dekat, sehingga memudahkan  sirkulasi uap panas dalam rak.

3.2.3   Pemasakan pendahuluan (Pre-Cooking)
Tujuan dari pemasakan pendahuluan  ini adalah untuk  memudhkan prosespembersihan daging ikan,mengurangi kandungan air, lemak, dan membuat daging ikan  menjadi  lebih  kompak  (Murni yati & Sunarman, 2000). Proses pemasakanpendahuluan  dilakukan dengan memasukkan ikan yang telah  disusun dalam  rak  kedalam cooker  yaitu  tempat atau ruangan pemasakan yang memiliki pintu yangdapat ditutup rapat untuk mencegah pengeluaran uap yang  terlalu banyak. Setelahitu dilakukan pembersihan daging ikan dengan menyemprotkn air melalui pipa‑pipa yang terdapat di dalam  cooker selama 10 menit.Tahapan selanjutnya adalah   pengeluaran uap panas  melalui pipa yang terdapat dalam cooker hingga mencapaisuhu 100 0C.  Jika suhu telah mencapai 100 0C, aliran uap panas dihentikan. Suhu dan waktu  pemasakan dapat dilihat dengan  menggunakan  thermorecording atau termometer. Pengontrolan suhu dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antaralama pemasakan,suhu, mutu daging serta biaya produksi, karena pengukusan yangterlalu lama dan suhu yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi rupa dan tekstur 
daging (Moeljanto,1992).
Setelah proses  pemasakan  pendahuluan,  ikan disemprot  kembali dengan  air  melalui  pipa  dalam cooker  selama 10 menit.  Penyemprotan  ini  bertujuan
untuk mendinginkan  dan  membuat daging  ikan menjadi kompak. Penyemprotandengan air dapat juga dilakukan di luar  cooker,  tetapi dikhawatirkan akan terjadi perubahan warna daging menjadi kuning. Waktu pemasakan pendahuluan sangat  tergantung dari ukuran ikan serta berat bagian badan ikan yang dipotong‑ potong, yaitu sekitar 6080 menit. Air yang dikeluarkan oleh ikan selamsa proses pemasakan  pendahuluan adalah  sekitar 17,5% (Broek, 1965).

3.2.4   Pendinginan
Rak yang berisikan daging ikan yang telah masak dikeluarkan dari cooker dan diletakkan dalam ruang pendinginan dan membiarkannya dalam ruangan tersebut selama ± 3 jam. Pendinginan  ini bertujuan  untuk  membuat daging ikan lebih kompak dan  padat  sehingga  memudahkan  dalam  proses  pengolahan  selanjutnya.

3.2.5   Pembuangan kepala dan kulit ikan
Proses  pembuangan  kepala ikan dilakukan dengan tangan setelah diambil daging yang terdapat di dalamnya. Proses pembuangan kepala ikan tuna albakora  lebih mudah dilakukan karena bagian tubuh ikan telah dipotong‑potong terlebih  dahulu. Selanjutnya ikan diletakkan dalam  talam dan di beri tanda berdasarkan bagian tubuhnya.Proses pembuangan kulit dilakukan menggunakan pisau yang tajmdalam posisi tegak dengan cara mengikis kulit tersebut sesuai arah otot pada daging  ikan.Hal ini bertujuan untuk mencegah terbuangnya daging ikanyang akan mempengaruhi rendemen.Pada tahapan ini juga dilakukan pembuangan tulang dan sisik.

3.2.6   Pembersihan daging
Pembersihan daging ikan bertujuan untuk memisahkan daging ikan dari daging gelap, tulang yang terdapat dalam daging dan sisik yang masih tersisa setelah proses skinning. Pembersihan daging ikan dilakukan menggunakan pisau yang tajam. Teknik yang digunakan hampir sama dengan proses pembuangan kulit yaitu  mengikis daging ikan secara perlahan dengan mata pisau tegak Proses pembersihandaging ikan menghasilkan beberapa bagian daging antara lain solid, chunk, flake, daging hitam, dan daging cucian. Bagian daging ini nantinya  disortir untuk Memisahkan sisa daging hitam atau coklat yang masih ada, tulang, dan sisik.Pensortiranjuga dimaksudkan untuk menghindari adanya brosis, honeycomb dan parasit pada ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga.

3.2.7  Pemotongan daging (Cutting)
Pemotongan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran ikan  yang sesuai dengan kalengnya. Proses pemotongan dilakukan menggunakan pisauyang tajam yang menghasilkan daging solid dan serpihan (flake). Daging solid  
merupakan hasil utama pemotongan dikikis dengan pisau dan menghasilkan serpihan yang nantinya diisikan ke dalam kaleng. Dalam proses pemotongan daging, chunk yang dihasilkan dari proses pembersihan daging ikan bisa dibuat menjadi
daging serpihan.

3.2.8   Pengisian daging ke dalam kaleng
Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging  ikan ke dalam kaleng sesuai dengan  tipe produk (solid,chunk, flake, standar, dan grated). Daging ikan tuna albakora yang diisikan adalah daging solid dan  flake  dengan kaleng yang digunakan berukuran 603 x 408. dalam satu kaleng berjumlah 23 potongan, pengisian dilakukan sepadat mungkin dan sesuai dengan netweight,oleh karenanya ditambahkan flake untuk memenuhi persyaratan tersebut. Berdasarkan Tipe daging ikan tuna yang dikalengkan :
·         Solid         : 1 – 2 potong daging putih, bebas serpihan.
·         Standard  : 2 – 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %.
·         Chunk      : serpihan daging putih ± satu kali makan, sepihan 40 %.
·         Flake        : potongan daging kecil
·         Grated      : daging kecil (flake, tidak seperti pasta)
Sumber  :  SNI  01-2712.2-1992
3.2.9  Penambahan medium
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa medium yang digunakandalam pengalengan tuna adalah minyak nabati atau air garam. Pada medium minyak nabati biasanya ditambahkan garam sebanyak 2,8% dari berat medium (Angrenani,1997). Penambahan medium dilakukan secara manual dan otomatis. Pada penambahan medium air garam, mula mula medium dimasukkan ke dalam kaleng sebanyak seperempatnya dan dibiarkan beberapa menit, yang bertujuan agar air garam dapat meresap ke dalam daging untuk memberikan rasa. Setelah itu dilewatkan pada conveyor dan kaleng secara otomatis akan terisi air garam yang keluar melalui pipa‑pipa saluran dari tempat pemasakan air garam yang terdapat di atas conveyor. Pengisian air garam tidak boleh berlebih, karena mempengaruhi kaleng pada saat penutupan dan dapat menyebabkan kaleng membengkak atau bocor. Oleh karena itu pengisian medium harus smpai batas head space atau 610% dari tinggi kaleng. Menurut SNI 01‑2712.2 1992, suhu medium tidak boleh kurang dari 70 0C. Suhuair garam yang tinggi akan membuat kondisi vakum yang semakin tinggi Pada suhu tinggi peluang udara yang terperangkap diantara bagian produk dalam kaleng  lebih kecil (Winarno, 1994). 

3.2.10    Penutupan kaleng (Seaming)
Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming secara otomatimenggunakan vacum seamer, yaitu mesin penutup kaleng yang sekaligus dapat 
melakukan penghampaan udara dalam kaleng. Dalam hal ini, kaleng yang telah berisikan ikan dan medium dilewatkan melalui conveyor menuju vacum seamer untkdilakukan penutupan secara otomatis Setiap  kaleng yang ditutup dicek secara 
visual untuk melihat kesempurnaan proses penutupan kaleng.

3.2.12   Sterilisasi (Retorting)
Proses sterilisasi diawali dengan penyusunan kaleng dalam keranjang sterilisasi. Selanjutnya keranjang dimasukkan dalam retort dan disemprot dengan air  yang mengandung khlorin 2 ppm selama menit. Waktu dan suhu sterilisasi tergantung pada jenis produk dan kaleng yang disterilisasi seperti yang diperlihatkan pda  sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis dan ukura n kaleng, media dan tipe produk dalam kemasan atau equivalent dengan nilai Fo>2,8 menit pada suhu 120 0C. Setelah proses sterilisasi berakhir dilakukan pendinginan dengan menyemprotkan air yang mengandung  khlorin 2 ppm selama ± 30  menit. Penyemprotan bertujuan untuk mencegah terjadinya over cooking atau over  processing yaitu ikan mengalami pemasakan lebih lanjut yang berakibat pada perubahan rasa, warna, dan tekstur daging.

3.2.13   Pendinginan dan pemeraman kaleng
Ikan tuna kaleng yang masih dalam keranjang sterilisasi didinginkan dalm ruang terbuka selama ± 24 jam.Untuk mempercepat proses pendinginan dalam ruangan tersebut dapat dipasang kipas angin. Ikan tuna kaleng yang telah dingin dibersihkan dengan Minyak goreng untuk menghilangkan sisa sisa kotoran pada kaleng. Disamping itu juga dilakukan pengecekan terhadap label pada tutup kaleng,jika ada yang terhapus dapat dilakukan penutupan ulang. Ikan tuna kaleng tersebut selanjutnya dilakukan uji pemeraman untuk mengetahui kesempurnaan proses sterilisasi. Uji pemeraman menurut SNI 27121992, yaitu ikan kaleng yang telah dingin  dimasukkan ke dalam suatu ruangan dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng.Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman kaleng dilakukan minimal 7 hari.

3.2.14   Pelabelan (Labeling)
Pelabelan tuna kaleng dengan menggunakan kertas cetakan. Label berisikan keterangan tentang nama atau jenis ikan yang dikaleng, medium yang digunakanberat bersih, nama produsen, tanggal kadaluarsa, dan kandungan gizi Untuk menghindarkan adanya kesalahan, setiap label di cek satu persatu sebelum digunakan.  Pelab­elan  juga dapat dilakukan dengan mencetaknya langsung pada kaleng.

3.2.15  Pengepakan (Packaging)
Tuna kaleng dipak dalam master carton.  Disain dari master carton disesuaikan dengan permintaan pembeli dan biasanya berisi ikan tentang tanggal produksi, jenis produk, jumlah kaleng, dan nama produsen. Master carton disimpan dalmgudang yang kering, dengan penerangan dan ventilasi yang cukup dan pada suhu kamar sampai menunggu proses distribusi.

3.3 Jenis Produk Tuna Kaleng
Ikan tuna dalam kaleng didefinisikan sebagai potongan daging putih ikan  tuna yang telah mengalami pemasakan pendahuluan dan dikalengkan dalam medium minyak atau air garam (brine) (SNI 0127121992).  Dengan demikian berdasarkan jenis medium yng digunakan, produk ikan tuna kaleng dibedakan atas produk tuna in oil dan tuna in water/brine.  Dua jenis produk tersebut merupakan produk tuna kaleng yang selama ini diproduksi dan di pasarkan oleh industri pengalengan Indonesia.Perusahaan-perusahaan pengalengan tuna dapat membuat klasifikasi  sendiri terhadap produk  tuna kaleng yang dihasilkan.  Sebagai contoh klasifikasi
produk ikan kaleng yang dihasilkan oleh salah satu perusahaan pengalengan tuna kaleng di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      TANS (TunaAlbacore Natural Solid) yaitu produk kaleng dari ikan tuna albakora dengan daging berupa solid dan flake menggunakan medium air  garam
2.      TANC (Tuna Albacore Natural Chunk) yaitu produk tuna kaleng dari ikan tuna albakora dengan daging berupa layerchunk dan flake menggunakan medium air garam.
3.      TWNC (Tuna White Natural Chunk) yaitu produk tuna  kaleng  dari  ikan  baby tuna atau  di kenal dengan sebutan SSWM (Sub Standar White Meat)
dengan daging berupa layer, chunk dan  flake menggunakan medium air  sgaram.
4.      TYNC (Tuna Yellow fin Natural Chunk) yaitu produk tuna kalng dari ikan yellow fin tuna dengan daging berupa layer, chunk dan flake menggunakan medium air garam.
5.      THS (Tuna Hot Spicy) yaitu produk tuna kaleng dari ikan yellowfin tuna  dengan daging yang dipotong-potong sepanjang ± 2 cm mempunyai lebar  ± 0,5 cm menggunakan medium bumbu bumbu masakan, produk ini dipasarkan lokal dan biasanya digunakan dalam pembuatan Pizza Hut.
6.      SJNC (Skip Jack Natural Chunk) yaitu produk tuna kaleng dari  ikan  tuna  cakalang dengan daging berupa layer, chunk dan flake menggunakan medium air garam, dipasarkan lokal.
7.      SJOC  (Skip Jack Oil Chunk)  yaitu  produk  tuna kaleng  dari  ikan  tuna  cakalang dengan daging berupa layer,chunk dan  flake  menggunakan medium minyak, dipasarkan lokal.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
Proses Pengalengan Ikan Tuna berdasarkan SNI 01‑2712.2 1992 meliputi Penerimaan Bahan Baku, Penyiangan (Butchering), Penyusunan dalam rakPemasakan pendahuluan (Pre-Cooking), Pendinginan, Pembuangan kepala dan kulit ikan, Pembersihan daging, Pemotongan daging (Cutting), Pengisian daging ke dalam kaleng, Penambahan medium, Penutupan kaleng (Seaming), Sterilisasi (Retorting), Pendinginan dan pemeraman kalengPelabelan (Labeling), Pengepakan (Packaging).





DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar